5 Teori Perubahan Sosial Menurut Para Ahli

Ada beberapa teori perubahan sosial menurut para ahli sosiologi yang meliputi teori siklik, teori evolusioner, teori non evolusioner, teori fungsional dan teori konflik, serta teori-teori yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam melihat perubahan sosial di negara-negara di dunia III.

1. Teori Siklus

Pola pikir dari teori siklus yaitu bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang manusia ada di atas dalam arti hidupnya makmur tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya tidak beruntung.

Teori siklus menekankan bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya.

Arnold Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan mereka. Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi karena pertempuran antar kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan.

Secara jelas Pitirim Sorokin ahli sosiologi dari Rusia yang menjelaskan bahawa perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam tiga siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu:

  1. Kebudayaan ideasional yang menekankan pada perasaan atau emosi dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.
  2. Kebudayaan idealistis yang merupakan tahap pertengahan yang menekankan pada rasionalitas dan logika dalam menciptakan masyarakat ideal.
  3. Kebudayaan sensasi dimana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.

2. Teor Evolusioner

Para ahli teori ini cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang terjadi merupakan suatu proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir.

Tatkala tahap akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara evolusioner telah berakhir. Tokoh dari teori evolusioner antara lain Auguste Comte, seorang sarjana Prancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkembangan yaitu:

  1. Tahap Teologis dimana mansyarakat diarahkan oleh nilai-nilai supernatural.
  2. Tahap metafisik merupakan tahap peralihan dari kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
  3. Tahap positif atau ilmiah dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

Tokoh lain dari teori ini adalah Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik.

Solidaritas mekanik ditandai oleh masyarakat yang anggotanya sedikit sehingga hubungan sosial yang terjadi cenderung bersifat informal di mana setiap orang akan saling mengenal serta mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen seperti pekerjaan.

Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai oleh masyarakat yang berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu sama lain cenderung bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi sosial masing-masing individu.

3. Teori Non Evolusioner

Teori non evolusioner yang sebenarnya teori ini masih juga menganut ide pokok dari teori evolusi tetapi beberapa ahli membuat perbaikan atas ide-ide teori evolusioner yang cenderung dalam menganalisis perubahan sosial menekankan pada pendekatan unlinear dan teori evolusioner tidak terbukti karena tidak sesuai dengan kenyataan.

Teori non evolusioner lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Ahli dari teori non evolusioner antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu, bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dalam mempelajari konsep dari Lensky maka perlu juga mempelajari konsep kunci dalam pernyataan Lenski yaitu adanya keberlanjutan, inovasi, dan kepunahan.

  1. Keberlanjutan mengacu pada kenyataan bahwa meskipun masyarakat itu mengalami perubahan tetapi tetap ada unsur-unsur di dalamnya yang tidak berubah, misalnya peraturan lalu lintas, sistem kalender serta sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat berguna dan menjawab kebutuhan semua lapisan masyarakat.
  2. Inovasi dihasilkan dari penemuan-penemuan maupun proses difusi dari budaya lain. Masing-masing masyarakat akan mempunyai tingkat inovasi yang berbeda-beda tergantung pada seberapa banyak orang yang dapat menghasilkan inovasi, seberapa banyak orang yang menyebarkan inovasi tersebut, seberapa penting inovasi itu bagi masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat tersebut mau menerima ide-ide baru itu.
  3. Kepunahan berarti hilangnya kebudayaan atau masyarakat itu sendiri.

4. Teori Fungsional

Salah satu tokoh dari teori fungsional adalah Talcott Parson. Ia melihat bahwa masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain.

Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu karena organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.

5. Teori Konflik

Teori konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang khusus membahas tentang perubahan sosial. Menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu yang berkuasa dan yang dikuasai.

Hasil dari pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan menunjukkan keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial lainnya.

Ralf Dahrendorf, sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam setiap masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh anggota yang lainnya. Artinya bahwa konflik kelas merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik itu juga tidak terelakkan pula.

Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia percaya jika perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul terutama dari konflik antar kelompok maupun individu.